Cerita Pendek : Tumbuh

Tholib selonjoran menikmati
syahdunya puncak Pawitra
Masrun belum juga sampai puncak, aku tunggu sembari ngudud dji sam soe, duduk selonjor hadap utara manjakan bibir nikmati tembakau madura. “Mantap jiwwaa, Lha itu pulaunya keliatan di depan mata”. Tholib bergumam sendiri, linglung toleh kanan kiri.
 
Sore itu agak sedikit berbeda, mungkin karena dekat sama cakrawala. Semenjak di puncak, mata Tholib fokus memandang. Tenggelamnya matahari dan kelokan-kelokan kali brantas. Pikirannya mulai mengalir deras, tentang peradaban, dinamika kehidupan, sampai tujuan dialirkan-Nya dari Malang ke Surabaya, dari kanjuruhan ke jenggala.
 
Tholib ngudud ditemani
sebotol sinom
Pikiran Tholib makin menjadi tak mau berhenti. Jelas ini kebanyakan imajinasi karena masih sendiri, tambah mureng koyok areng. Batinnya mulai angkat bicara,”Coba saja di jawa tidak ada kawi welirang arjuna, sudah jelas tidak akan ada brantas. Lha kalau brantas tidak ada, tidak mungkin muncul peradaban di pantai selatan, lantas bagaimana gajayana mengkhalifahi kerajaannya, Airlangga tidak akan hijrah ke timur jawa dwipa, alas tarik tidak pernah di babat oleh raden wijaya, maka jangan harap ada legenda gajah mada menyatukan nusantara, hingga berdirinya ampel denta, lalu generasi kita? Hemh”. Idha arada syaia ayyakula lahu kun faya kun. Tholib cekikikan mendengar batinnya bicara. Cuek saja klepas klepus menghabiskan ududnya.
 
Rombongan kami membelah lebatnya
hutan Penanggungan
Tak selang berapa menit. Masrun, Maulid, Atun datang ngos-ngosan wajahnya pucat kelihatan lapar dan kedinginan. Setidaknya beruntung sekali mereka, cuaca di pawitra sedang bagus-bagusnya. Tidak seperti yg di alami Tholib 8 tahun silam, baru datang disambut hujan badai semalaman, tubuh menggigil meradang, cuma bergantung sama tenda yg hampir tumbang. Memang benar, Anak muda jauh dari nyawa.
 
Kita berempat sepakat, bangun tenda di kawah sebelah kanan. Jarang di pake orang. Tholib mengkomando untuk buka lahan yg masih berupa rumput setinggi lutut. Beres lahan, Tholib dan Masrun lanjut bangun tenda, Maulid dan Atun bongkar logistik. Tholib sengaja cari lokasi agak tinggi, jaga-jaga kalau hujan biar tidak tergenang. Kontur tanah dan posisinya pas datar walaupun harus bikin akses jalan juga. Namanya juga Tholib, pinter kalau disuruh membaca dan mencari lokasi.
 
Atun sedang sholat shubuh
ditemani semerbak mega
Malam panjang remang-remang, istirahatkan badan sambil UNO-an. Cuaca tidak terlalu dingin, kisaran 10-15°C. Walaupun capek dan kedinginan, tetep tidak lupa  subuhan, tapi gak asharan, magriban karo isyakan. Wes kadung.


-Ditulis oleh Tholib-

Qotrunada Alam Cendaki

Keep us on the right path~

Tinggalkan Balasan