Model Pembelajaran dalam Pendekatan Konstruktivis
Pendekatan Konstruktivis adalah metode belajar yang memberi kesempatan kepada individu yang belajar (murid atau mahasiswa) untuk secara aktif berperan dalam memahami informasi atau dalam memecahkan persoalan. Pembelajaran Konstruktivis tidak berorientasi penuh pada penjelasan atau materi yang diberikan oleh pendidik, namun, peran pendidik lebih seperti seorang pembimbing dan pemberi fasilitas, agar murid terbantu dalam proses belajarnya. Berikut ini merupakan kriteria yang umumnya ada di dalam proses belajar dengan pendekatan konstruktivis.
Baca juga: Pengertian Teori Belajar Konstruktivis
Top-Down Processing (Pemrosesan
Atas-Bawah)
Dalam teori belajar konstruktivis, pemrosesan informasi umumnya
menggunakan strategi top-down (dari atas ke bawah). Maksudnya adalah
murid atau individu memulai pembelajaran dengan cara menyelesaikan persoalan
yang lebih kompleks dan autentik terlebih dahulu untuk dapat memahami makna
dasar dari informasi yang diberikan.
Pada pembelajaran konvensional, umumnya murid diminta untuk memulai
belajar dari hal yang mendasar (strategi bottom-up) seperti misalnya
belajar membaca dengan memulai dari belajar menghapalkan alfabet, mengeja per-suku
kata, dan seterusnya.
Sebaliknya, pada pembelajaran konstruktivis, murid akan
diperkenalkan pada masalah yang lebih kompleks terlebih dahulu, kemudian
melalui proses kognisi, dituntut untuk mencari hal yang mendasari permasalahan
kompleks tersebut.
Cooperative Learning (Pembelajaran
Kooperatif)
Belajar dengan pendekatan konstruktivis selalu memanfaatkan proses
pembelajaran yang kooperatif. Pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah
belajar bersama kelompok atau disebut juga dengan pembelajaran sosial. Individu
dianggap akan lebih mudah memahami dan kemungkinan terjadinya miskonsepsi akan
lebih sedikit karena dalam proses belajarnya, individu dihadapkan pada
pandangan-pandangan yang berbeda dari masing-masing individu di dalam
kelompoknya.
Baca juga: Pengertian Teori Belajar Konstruktivis
Discovery Learning
Menurut Johnson, discovery learning merupakan metode belajar
dengan berusaha untuk menemukan maksud dan memperoleh pemahaman yang dalam
terkait suatu informasi (Soemanto, 2003). Pada discovery learning murid
dibimbing untuk menemukan sendiri konsep, rumus, atau pola dari informasi yang
diolahnya. Metode ini dirasa dapat meningkatkan keaktifan murid dalam belajar serta
membangkitkan rasa ingin tahu yang lebih besar. Dengan menerapkan discovery
learning, seorang individu akan terbantu untuk menganalisa, memahami, dan
mengambil keputusan sendiri terkait penemuannya. Metode ini dirancang agar
individu, dalam mencapai suatu pemahaman, berorientasi pada prosesnya.
Menurut Trowbridge dan Bybee (1990) discovery learning
terbagi atas dua jenis, yaitu (1) penemuan terbimbing (guided inquiry);
dan (2) penemuan bebas (free inquiry). Dalam guided inquiry, guru
memberikan data dan persoalan kepada murid untuk mereka jawab, simpulkan, atau
selesaikan. Namun, pada free inquiry murid sendirilah yang mengumpulkan
data untuk mencari jawaban dan penyelesaian dari persoalan yang mereka hadapi.
Kelebihan dari metode discovery learning, murid dapat berpartisipasi
secara aktif dalam proses belajar dan meningkatkan skill siswa dalam memecahkan
permasalahan. Namun, metode ini biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama,
karena tidak semua murid dapat dengan cepat memahami pembelajaran dengan metode
discovery learning. Selain itu, ada beberapa topik atau materi yang
lebih cocok disampaikan dengan metode lainnya.
Self-Regulated Learning
Self-Regulated Learning merupakan
belajar dengan melakukan kontrol terhadap perilaku dan motivasi dalam
penggunaan metakognitif (Pintrich, 1995). Dalam pembelajaran ini, murid akan
dituntut untuk mampu mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan, dan
mengevaluasi diri dalam proses memahami suatu informasi. Apabila individu
berhasil melaksanakan self-regulated learning dalam proses belajarnya,
perilaku dan kognitif individu tersebut akan menjadi terarah pada saat belajar.
Kemampuan individu dalam mengembangkan self-regulated learning-nya
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan, sumber
informasi, dan juga pengaruh dari diri sendiri.
Scaffolding
Metode scaffolding dalam belajar adalah dengan memberikan
bantuan kepada individu yang belajar (murid) dari individu yang memiliki
kapasitas pengetahuan yang lebih matang (guru, teman, atau orang tua) agar
individu tersebut memiliki pemahaman atau dapat menuntaskan suatu permasalahan
tertentu yang sebelumnya tidak dikuasai. Hal ini dimaksudkan agar seorang murid
dapat menyelesaikan persoalan yang tingkatnya lebih tinggi dari kompetensi atau
perkembangan kognitif murid. Bantuan yang dapat diberikan dapat berupa
pandangan atau gagasan yang terbuka agar murid dapat mengolahnya dengan baik.
Dalam pembelajaran scaffolding murid akan termotivasi dalam belajar
karena ada gagasan yang membantunya dalam berpikir. Selain itu
petunjuk-petunjuk yang didapatkan oleh murid dapat memudahkan mereka dalam
mengelola informasi, sehingga proses belajar menjadi lebih sederhana dan murid
tidak merasa frustrasi akibat kurangnya pengetahuan.
Baca juga: Pengertian Teori Belajar Konstruktivis