Konstruktivisme memiliki arti “membangun”. Dalam sebuah
pembelajaran konstruktivis, guru dan murid akan membangun bersama-sama konsep dan materi yang
akan dipelajari. Dalam model pembelajaran ini, murid tidak hanya dituntut untuk
mengimitasi dan membayangkan apa yang diajarkan oleh guru, tetapi mereka
diminta secara aktif untuk menyaring, memberi arti, dan menguji informasi atas
informasi yang diterima.
Baca juga : Model Pembelajaran dalam Pendekatan Konstruktivis
Dalam metode pembelajaran ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya. Guru seperti memberikan fasilitas tangga, dan membiarkan murid-muridnya untuk memanjat tangga tersebut. Keaktifan tiap individu sangat berperan penting dalam pendekatan ini sehingga pendekatan ini juga disebut dengan student centered (pembelajaran yang berpusat pada murid). Dalam pendekatan ini peran guru adalah sebagai “pemandu dari samping”, bukan “orang bijaksana di atas panggung”. Guru berperan dalam membantu murid untuk memahami maksud dari informasi yang mereka pelajari (Weinberger & McCombs, 2010; Windschitl, 1999).
Proses belajar dengan pendekatan konstruktivis akan membiasakan
murid untuk menemukan ide dan memecahkan masalahnya sendiri. Dengan demikian,
dalam pendekatan konstruktivis, suatu pembelajaran harus dikemas dalam label
“membangun” bukan hanya sekedar “menerima” informasi.
Baca juga: Teori Belajar Behaviorisme
Sejarah Teori Pembelajaran Konstruktivis bermula dari gagasan yang dicetuskan oleh Piaget dan Vigotsky. Mereka menyatakan bahwa sistem kognisi seseorang akan berubah apabila informasi yang pernah diterima diproses kembali bersamaan dengan informasi baru lainnya. Hal ini dapat didukung dengan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar. Karena dalam kelompok belajar akan ada pertukaran dan percampuran gagasan yang sebelumnya telah dipahami oleh individu-individu dalam kelompok, sehingga proses konstruksi akan mudah tercapai.
Berikut ini merupakan 4 prinsip utama dalam gagasan yang dikemukakan
oleh Vygotsky:
1. Social Learning
Dalam prinsip
pembelajaran sosial (social learning), individu membutuhkan interaksi
sosial dengan orang lain, misalnya teman-temannya, untuk dapat melihat konsep
atau gagasan yang dipikirkan oleh teman-temannya. Metode ini dapat membantu
individu untuk memiliki proses berpikir yang terbuka.
2. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zona perkembangan proksimal merupakan fungsi atau kemampuan yang belum matang dari seorang individu. Fungsi atau kemampuan individu dipercaya Vygotsky akan berkembang dan terbantu proses kematangannya apabila individu berinteraksi dengan teman sebaya ataupun orang dewasa yang perkembangan kemampuannya lebih matang. Selain itu, Vygotsky juga mengungkapkan bahwa proses belajar terbaik seorang individu adalah ketika dirinya berada di fase ZPD pada kemampuan yang dimaksud.
Baca juga: Teori Belajar Behaviorisme
3. Cognitive Apprenticeship
Cognitive
Apprenticeship merupakan tahap-tahap di mana
seseorang mulai mendapatkan suatu keahlian melalui interaksinya dengan orang
lain. Metode pembelajaran ini juga dapat diterapkan seorang guru kepada
murid-muridnya dengan membentuk kelompok yang heterogen untuk menyelesaikan
persoalan yang kompleks. Sehingga individu dalam kelompok yang memiliki
kemampuan atau keahlian yang lebih baik, akan memberikan pandangan bagi
individu yang kemampuannya kurang.
4. Mediated Learning
Mediated learning disebut juga dengan situated learning, Yaitu dengan mensituasikan
proses pembelajaran seperti realitas dalam hidup. Konsep ini menekankan pada
pembelajaran yang termediasi (Kozulin & Presseisen, 1995). Murid diberikan tugas yang cukup kompleks dan
realistis, kemudian diberikan mediasi dengan bantuan secukupnya untuk
menyelesaikan tugasnya.
Baca juga : Model Pembelajaran dalam Pendekatan Konstruktivis
0 Comments: