Film Terbaik 2020

Di awal tahun 2020, para pecinta film pasti melihat kecerahan karena satu tahun ke depan akan rilis film-film besar blockbuster seperti Bond, Black Widow, Wonder Woman, Last Night in Soho, dan Candyman. Namun pandemi yang mulai memasuki Indonesia pada bulan Maret seakan membalikkan bumi. Tidak hanya film-film baru yang terpengaruhi, namun juga kehidupan, kematian, ekonomi, hingga mental masyarakat menjadi begitu terpuruk.

Kasus berkembang dengan sangat cepat. PSBB mulai diterapkan selama dua minggu pertama, namun tidak berhasil menampung keaktifan masyarakat akan kehidupan sosialnya. PSBB kedua, ketiga, dan kesekian kalinya pun dilakukan hingga beberapa bulan ke depannya. Semua fasilitas umum dibatasi, angkutan umum penuh dengan syarat, rumah sakit penuh, tempat pemakaman umum yang kosong mulai terisi penuh, restaurant dan warung tidak dapat beroperasi dengan normal, banyak pelanggaran, mall dibatasi, hingga bioskop ditutup.

Pandemi benar-benar mengguncang sebagian besar orang yang terdampak. Hidup seakan terbalik, dari penuh harapan hingga putus asa. Tidak hanya dampak sosial dan ekonomi, mental semua orang pun diuji karena rasa takut.

Bagi sebagian besar penikmat film, tentu masa PSBB dan lockdown cukup mengecewakan, karena banyak film-film yang diharapkan tidak jadi ditayangkan. Namun terlepas dari semua itu, banyak film-film yang berhasil tayang secara online melalui aplikasi dan website-website film. Beberapa di antaranya bahkan menjadi film terbaik sepanjang 2020.

1. Parasite

Film Parasite ini sebenarnya sudah rilis semenjak 2019, namun atas tingginya minat dan ketertarikan netizen pecinta film, maka Parasite resmi ditayangkan kembali di bioskop pada Februari 2020. Di film ini, kita dapat melihat sutradara Bong Joon Ho berhasil meramu perpaduan genre yang membuat penonton mabuk. Mulai dari thriller, komedi, tragedi, hingga satir, dapat kita nikmati dengan sempurna.

Kisah antara Keluarga Kim yang keras kepala dan Keluarga Park yang kaya raya sungguh tematik dan memiliki alur yang tidak mudah ditebak. Saat menontonnya, kamu akan merasakan rasa sedih, marah, tertawa, tegang, hingga bertanya-tanya. Kisah Parasite sangat menghibur, namun visual dan rasa yang disajikan terlebih-lebih membuat mata sekaligus hati kita terbuka atas berbedanya dunia antara si kaya dan si miskin.

Parasite memenangkan Palme d’Or di ajang bergengsi, Cannes Film Festival 2019. Di ajang Golden Globe Award ke-77, film ini masuk ke dalam nominasi Best Director dan Best Screenplay, serta memenangkan Best Foreign Language Film. Selain itu banyak penghargaan bergengsi lainnya yang berhasil diraih atas karya Parasite ini.

2. Portrait of A Lady on Fire

Di sebuah pulau terpencil di abad ke-18, seorang seniman bernama Marianne ditugaskan oleh seorang wanita bangsawan (The Countess) untuk melukis putrinya, Héloïse. Ini dilakukan oleh ibu Héloïse agar dapat membuat seorang bangsawan kaya raya tertarik meminang putrinya. Namun Héloïse menolak untuk dilukis, sehingga Marianne melakukannya secara sembunyi-sembunyi. The Countess pun mengatur agar Marianne dapat menjadi dekat dengan putrinya. Namun kedekatan antara keduanya bukan lagi berjalan sesuai rencana. 

Film Perancis karya sutradara Céline Sciamma dapat disebut sebagai film feminis namun juga artistik. Céline Sciamma berhasil menyajikan film ini dengan memberikan batas antara pilihan realistis yang suram sebagai akibat dari adanya budaya patriarki.

Penayangan premier filmnya secara eksklusif dilakukan di ajang TIFF (Toronto International Film Festival) 2019 lalu. Di ajang Cannes Film Festival 2019, Portrait of A Lady on Fire masuk ke dalam nominasi Palme d’Or dan berhasil meraih Queer Palm dan Best Screenplay.

3. Rocks

Kisah persahabatan yang penuh kasih namun kacau ini merupakan salah satu film remaja Inggris sepanjang tahun. Film ini bertempat di London Timur, dengan tokoh utamanya, Rocks, seorang penata rias yang ditinggalkan oleh ibunya sehingga harus merawat adiknya, Emmanuelle. Dalam kisahnya, Rocks memiliki sekelompok sahabat yang sangat setia yang akan menemani perjalanan masa remajanya yang cukup keras.

Film ini disutradarai oleh Sarah Gavron dan ditulis oleh Theresa Ikoko dan Claire Wilson. Mereka berkolaborasi dengan sangat baik dalam menciptakan kisah yang hangat untuk dinikmati di tengah dinginnya suasana isolasi. Film Rocks diterima dengan baik oleh para kritikus film. Cerita yang fresh dan fun, karakter yang realistis, serta sarat makna, membuat film ini nyaman untuk dinikmati. 

4. The Lighthouse

Kali ini kita akan beralih ke film bergenre horor psikologis karya Robert Eggers, The Lighthouse. The Lighthouse menceritakan dua pria penjaga mercusuar di tahun 1890-an, Ephraim Winslow dan Thomas Wake. Di film ini, Wake yang merupakan rekan senior, selalu membagikan tugas berat kepada Winslow, sehingga pikiran negatif atas Wake merasuki kepalanya. Konflik cerita semakin intens ketika mereka terjebak di tengah badai. Kegilaan antara keduanya mulai muncul akibat rasa tidak percaya dan benci satu sama lain.

Genre horor yang dimaksud dalam film ini bukanlah mengenai penampakan hantu, pemujaan setan, atau lainnya. Eggers memainkan pikiran penonton melalui khayalan-khayalan ganjil sang tokoh yang dibuat ngeri, gelisah, dan paranoid. Tidak hanya Wake dan Winslow saja yang berada pada sebuah kegilaan, kita juga akan dibuat gila bersama-sama saat menontonnya!

5. Host

Seperti film Searching yang dirilis pada 2018, Host juga mempertontonkan cerita melalui layar komputer. Host menceritakan tentang sekawanan orang yang melakukan video call group dengan aplikasi Zoom. Melalui komunikasi di antaranya, mereka melakukan pemanggilan arwah yang berujung fatal. Arwah jahat yang dipanggil memburu mereka, dan memaksa mereka melihat kematian kawannya satu persatu secara langsung melalui video di layar komputer mereka. Film ini sukses menciptakan ketegangan di tengah penonton, karena penonton juga merasa sedang berada di dalam panggilan konferensi tersebut.

Film ini benar-benar menunjukan bahwa pandemi juga dapat memberikan inspirasi untuk memproduksi sebuah film. Sutradara Rob Savage, sang pemilik kreativitas saat terjebak lockdown, sepenuhnya menggarap film ini secara daring. Dia bahkan tidak pernah bertemu dengan semua pemerannya.

 

Renyta Ayu Putri

Master of zero~

Tinggalkan Balasan