Pangkoh; Kampung Transmigrasi Tujuan Mudik

Halo Gaes! Setelah 2 tahun pandemi, pemerintah memperbolehkan mudik bagi masyarakat yang ingin merayakan Lebaran di kampung halaman. Nah, kesempatan ini pun tidak saya dan keluarga sia-siakan untuk kembali mengunjungi Nenek yang tinggal di Pangkoh, Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Fyi, kami terakhir mengunjungi Nenek pada Mei 2016. Selang 6 tahun, tentu banyak sekali perubahan terkait akses menuju rumah Nenek. Pada blog berikut, saya akan menceritakan bagaimana ‘petualangan‘ sekaligus ‘perjuangan’ untuk dapat bertemu Nenek dan famili yang ada di Kalimantan.

tiba bandara tjilik riwut

Jalur Udara

Pada mudik kali ini, jalur udara adalah jalur yang pertama kami tempuh dari Surabaya. Sebelum nanti juga tentu menempuh jalur darat dan juga sungai sebelum tiba di rumah Nenek. Sebenarnya, kami sekeluarga mendapat jadwal terbang sekira pukul 11.30. Tapi saking semangatnya, pada pukul 8.30 kami sudah ada di Bandara Juanda. Akhirnya, yup, kami pun terlunta-lunta menunggu jadwal keberangkatan yang kurang lebih masih tiga jam lagi.

Lama berselang, kami pun berhasil check-in setelah melewati drama delay kurang lebih 30 menit. Harusnya kami berangkat pukul 11.25, tapi kini jadi pukul 12.05. But, its ok, yang penting kami tetap berangkat.

di pesawat menuju pangkoh
Siap terbang!

Perjalanan dari Surabaya ke Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya menempuh waktu kurang lebih 60 menit. Setibanya di Palangkaraya, kami masih harus menempuh perjalanan darat kurang lebih tiga jam untuk kondisi normal. Nah, berhubung kali ini kondisi sedang tidak normal dikarenakan akses jalan menuju Pangkoh sedang rusak, maka kami harus melewati jalan yang memutar, dan itu tentu membutuhkan waktu dan tenaga ekstra.

Jalur Darat

Benar saja, kurang lebih 4 jam perjalanan darat, kami masih belum sampai di tempat tujuan. Kami masih harus mengantre untuk menyeberang menggunakan kapal di Pelabuhan Penyeberangan Palabahen. Akses jalan dari Bandara menuju Pelabuhan ini relatif lancar dan sudah bagus, hanya kurang lebih 2km menjelang Pelabuhan, jalanan didominasi tanah liat dengan kombinasi bebatuan, ditambah beberapa genangan, membuat mobil yang kami tumpangi berasa mobil offroad.

Menyeberangi Sungai

antrean di pelabuhan palabahen
Selfie menunggu antrean

Sungai yang mesti dilewati kali ini adalah sungai Kahayan, salah satu sungai terpanjang di Kalimantan. Dengan panjangnya yang lebih dari 600 km, sungai ini bak membelah 3 kabupaten/kota yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas, dan Kabupaten Pulang Pisau.

sunset di sungai kahayan

Oiya, guys, di Pelabuhan ini, pemandangannya mantap banget! Kita bisa melihat sunset dengan foreground sungai Kahayan. Antrean di Pelabuhan ini relatif Panjang karena saat itu, barangkali Pelabuhan ini adalah satu dari akses terbaik yang mampu menghubungkan wilayah Pangkoh dengan daerah lain, khususnya yang dari arah kota, sebab akses utamanya, seperti yang saya bilang di awal tadi, masih rusak dan perlu perbaikan yang mungkin tidak juga sebentar.

Karena antrean yang masih panjang dan saat itu adalah hari puasa terakhir di bulan Ramadhan, maka kami sekalian ngabuburit, dan benar saja, kami pun pada akhirnya buka puasa di sana, di tepi sungai Kahayan yang mulai berubah menjingga.

Setelah antre kurang lebih 2 jam, kami pun mendapatkan giliran untuk menyeberang. Kapal yang digunakan tidak begitu besar, hanya muat 5 mobil dan beberapa sepeda motor. Namun, warga setempat meyakinkan bahwa penyeberangan di sini aman, apalagi ini adalah Pelabuhan resmi yang juga dalam pengawasan dinas perhubungan setempat. Fyi, di kapal ini juga ada toilet yang bisa kita gunakan lho! Hanya dengan tarif kurang lebih 50.000 per mobil, saya rasa ini cukup terjangkau, dan sebanding dengan pengalaman menarik yang kita dapatkan.

di atas kapal penyeberangan pelabuhan palabahen menuju pangkoh
Mejeng di atas kapal

Semilir angin malam menemani kami menyeberangi sungai Kahayan. Perjalanan kami pun masih belum usai, masih dibutuhkan kurang lebih 15 menit untuk sampai di rumah nenek di daerah Pangkoh 3.

[Bersambung]

Muchammad Thoyib As

Karena setiap cerita memiliki makna~

Tinggalkan Balasan