Tragedi Kanjuruhan; Momen Menyemai Cinta Kasih

Tragedi Kanjuruhan

Indonesia sedang tak baik-baik saja. Rentetan peristiwa yang menyesakkan dada terjadi silih berganti akhir-akhir ini. Yang masih begitu lekat di ingatan tentu tragedi Kanjuruhan. Setidaknya, ratusan nyawa tlah melayang, sedang ratusan yang lain masih menjalani pengobatan.

Kejadian di Kanjuruhan mengagetkan banyak pihak. Tak hanya kita, tapi juga dunia. Bagaimana tidak, peristiwa tersebut tergolong sebagai sebuah tragedi kemanusiaan yang besar. Pada saat yang sama, juga menodai momen kebangkitan persepakbolaan nasional yang sedang menatap piala dunia u-20 tahun depan. Sebagai tuan rumah ajang terbesar sepak bola -terlepas ini masih dalam kelompok usia 20 tahun- kita sebagai pecinta sepak bola nasional harus mulai mawas diri, dewasa, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan di tengah rivalitas komunal.

Bagaimanapun, sepak bola sebagai cabang olahraga yang paling populer di dunia harus menjadi sarana untuk menyemai cinta kasih; antar klub yang bertanding, antar supporter, antar semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Sejatinya, tragedi Kanjuruhan memang tak dapat dipandang sebelah mata. Banyak hal yang mesti menjadi koreksi berbagai pihak demi menjamin bahwa tragedi serupa takkan pernah terulang di masa yang akan datang. Ini bukan momen yang terbaik, tapi mungkin ini adalah momen yang tepat untuk mulai menyemai kembali nilai-nilai cinta kasih, kekeluargaan, dan persaudaraan yang sempat layu terkubur rivalitas yang sempit. Juga saat yang pas bagi federasi dan stakeholder lainnya yang terlibat, untuk mawas diri tak hanya terkait dengan regulasi, tapi juga pelaksanaan dan pengawasannya.

Memang, menyertakan nilai-nilai cinta kasih sebagai dasar pelaksanaan regulasi untuk mencegah sebuah tragedi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Dewasa ini, sikap individualistis, politis, dan kapitalis, menjadi unsur-unsur yang cukup dominan mewarnai kehidupan.

Banyak orang maupun kelompok tertentu yang berusaha keras untuk mewujudkan kepentingan komunalnya dengan berbagai cara. Bahkan, demi mendapatkan keuntungan dan mengamankan kepentingan, sering kali seseorang maupun kelompok tertentu melakukan hal-hal di luar batas-batas kemanusiaan.

Keharmonisan

Sejatinya, keharmonisan merupakan kebutuhan primer umat manusia. Hubungan persaudaraan, cinta kasih sesama umat manusia menjadi suatu hal yang utama demi mewujudkan peradaban yang madani. Acuannya adalah nilai-nilai kebersamaan yang lebih tinggi daripada kepentingan komunal. Hal inilah yang mesti dihayati sebagai perekat utama di tengah keniscayaan perbedaan. Tidak ada kata terlambat walau jamak kita sadari bahwa kini, nilai-nilai kebersamaan itu telah banyak bergeser pada nilai-nilai fungsional.

Kita harus sama-sama menyadari bahwa hubungan antarlini, jika dalam konteks sepak bola, maka direpresentasikan oleh federasi, panitia pelaksana pertandingan, klub, pemain, supporter, dan pihak-pihak yang terkait lainnya, tidak mampu berdiri sendiri. Semua unsur tersebut pada hakikatnya adalah satu ekosistem yang bergantung satu sama lain. Sepak bola nasional dalam hal ini, merupakan sebuah kampung besar dengan segala keberagaman dan keunikan penghuninya. Unsur yang satu dengan yang lain saling membutuhkan hampir dalam segala hal. Rasa ketergantungan inilah yang kemudian menuntut solidaritas, tenggang rasa, dan respect antara pihak yang satu dan yang lainnya.

Namun, sejarah mencatat bahwa manusia cenderung mudah dipecah belah karena pergulatan kepentingan yang saling bertentangan. Seperti sengketa politik, sosial, ekonomi, dan bahkan ideologi yang sering bermuara pada permusuhan dan berimbas pada tragedi kemanusiaan. Pada titik ini, kita disadarkan kembali akan pentingnya cinta kasih kepada sesama.

Kenapa cinta kasih menjadi topik yang penting? Sejatinya, cinta kasih bukan sekedar kata-kata populis. Ia merupakan salah satu hakikat paling mendasar dalam diri setiap makhluk Tuhan. Yang mampu mempersatukan dan melampaui segala batas. Baik itu suku, ras, golongan, agama, adat-istiadat, dan bahkan sebuah bangsa sekalipun, tanpa menghilangkan otonomi masing-masing. Cinta kasih-lah yang mampu mendorong nilai-nilai kemanusiaan yang kemudian termanifestasi dalam berbagai hal baik tanpa ada dimensi diskriminatif. Salah satunya adalah sportifitas dalam konteks sepak bola.

Hikmah dari Tragedi

Pada hakikatnya semua orang itu baik, oleh karenanya, mereka senantiasa berpotensi besar untuk berbuat baik dan sesuai dengan norma-norma sosial. Perspektif positif-optimistis seperti inilah yang harus terus dipupuk untuk menghindari segala bentuk kecenderungan dan subyektivisme, bahwa hanya dia dan kelompoknyalah yang benar.

Sebenarnya umat manusia, khususnya kita sebagai bangsa Indonesia tak perlu terlalu diajari cara bagaimana meretas sebuah tragedi. Sejarah telah membuktikan bahwa jalan cinta kasih merupakan dasar dalam merajut persaudaraan di tengah bingkai kebhinnekaan. Cinta kasih kerap berupa keikhlasan hati, tanpa pamrih, dan secara umum berbentuk perbuatan baik. Ketiga aspek inilah yang menjadi komponen utama dari cinta kasih kepada sesama.

Cinta kasih mampu menghadirkan kesadaran tertinggi dalam diri kita sebagai makhluk sosial untuk dapat saling mengasihi dan mencegah tragedi. Yang pada akhirnya akan dapat mewujudkan masyarakat yang harmonis. Dengan berlandaskan cinta kasih pada sesama, kita sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa akan sungguh-sungguh mengalami hidup.

Kebencian, permusuhan, dan egoisme komunal adalah penyakit. Untuk benar-benar merasakan kehidupan dan terutama untuk mengambil hikmah dari sebuah tragedi kemanusiaan, terlepas itu di Kanjuruhan atau di belahan bumi manapun, setiap dari kita sebaiknya senantiasa berkata kepada dirinya sendiri; “saya cinta, maka saya ada”.

Muchammad Thoyib As

Karena setiap cerita memiliki makna~

Tinggalkan Balasan