Kepemimpinan Transformatif dalam Penegakan Hukum (Kekerasan Berbasis Gender)

Pada Sabtu, 9 September 2023, di Ruang Majapahit lantai 5 Gedung ASEEC Tower UNAIR telah dilaksanakan kuliah tamu yang disampaikan oleh Ibu Irjen. Pol. (Purn.) Dr. Dra. Juansih, S.H., M.Hum. Dalam kuliah tamu yang berjudul “Kepemimpinan Transformatif dalam Penegakan Hukum (Kekerasan Berbasis Gender),” Ibu Juansih membahas dengan mendalam aspek-aspek kunci yang terkait dengan kekerasan berbasis gender dan bagaimana kepemimpinan yang transformatif dapat membawa perubahan dalam penegakan hukum. Artikel ini akan menguraikan poin-poin penting yang disampaikan dalam kuliah tersebut, mulai dari landasan teori hingga strategi keberlanjutan dalam proses hukum.
Landasan Teori
Untuk memahami pentingnya kepemimpinan transformatif dalam penegakan hukum terkait kekerasan berbasis gender, kita perlu memahami landasan teori yang melatarbelakangi konsep ini. Landasan teori ini mencakup pemahaman mendalam tentang gender, diskriminasi gender, dan peran penting hukum dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak. Kepemimpinan transformatif dalam konteks ini mengacu pada kepemimpinan yang mampu mengubah paradigma dan norma sosial yang mendukung kekerasan berbasis gender. Kepemimpinan ini berfokus pada pemberdayaan perempuan, menghilangkan stereotip gender, dan menciptakan lingkungan yang aman bagi semua individu.
Karakteristik Kepemimpinan Transformatif
Karakteristik utama kepemimpinan transformatif adalah kemampuan pemimpin untuk memberikan motivasi inspirasional kepada orang-orang di sekitarnya. Ibu Juansih menjelaskan bahwa dalam konteks penegakan hukum, pemimpin yang transformatif harus mampu menginspirasi para anggota timnya untuk berkomitmen sepenuhnya dalam melawan kekerasan berbasis gender. Selain itu, keteladanan juga menjadi karakteristik penting. Seorang pemimpin yang transformatif harus menjadi contoh yang baik dalam tindakan dan perilakunya, sehingga anggota timnya dapat mengikuti jejaknya.
Pertimbangan individu juga menjadi komponen kunci dalam kepemimpinan transformatif. Pemimpin harus mampu memahami kebutuhan dan kekhawatiran individu dalam timnya, terutama ketika mereka berurusan dengan kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang seringkali sangat sensitif. Simulasi intelektual juga penting, karena pemimpin harus mampu mengembangkan strategi penegakan hukum yang efektif dan inovatif untuk mengatasi masalah ini.
Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak 2018-2022
Penting untuk memahami dampak kekerasan berbasis gender dengan data kasus yang ada. Ibu Juansih menyampaikan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari tahun 2018 hingga 2022. Data ini menggambarkan tingkat kekerasan yang telah terjadi selama periode tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia telah meningkat, menunjukkan bahwa permasalahan ini masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
Data Kasus Kekerasan Seksual 2018-2022
Selain kekerasan umum terhadap perempuan dan anak, kekerasan seksual juga menjadi fokus penting dalam kuliah tamu ini. Data kasus kekerasan seksual dari tahun 2018 hingga 2022 menggambarkan betapa besarnya tantangan yang dihadapi dalam melindungi individu dari kekerasan jenis ini. Ibu Juansih menekankan bahwa kekerasan seksual seringkali merupakan kejahatan yang tersembunyi dan sulit dilaporkan, sehingga data kasus hanya mencerminkan sebagian kecil dari realitas yang sebenarnya.
Dasar Hukum di Indonesia
Dalam konteks penegakan hukum terhadap kekerasan berbasis gender, dasar hukum yang ada di Indonesia memainkan peran penting. Ibu Juansih menjelaskan bahwa ada sejumlah undang-undang dan regulasi yang melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak, termasuk Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun, masih ada tantangan dalam implementasi dan penegakan hukum yang efektif, terutama karena masih ada celah hukum yang dapat dieksploitasi oleh pelaku kekerasan.
Jenis Kekerasan Berbasis Gender
Penting untuk memahami berbagai jenis kekerasan berbasis gender agar penegakan hukum dapat lebih efektif. Ibu Juansih menyebutkan beberapa jenis kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pemerkosaan, perdagangan manusia, dan mutilasi genital perempuan. Setiap jenis kekerasan ini memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda, dan oleh karena itu, penanganannya juga harus disesuaikan.
Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Salah satu aspek penting dalam penegakan hukum kekerasan berbasis gender adalah pemahaman tentang bentuk-bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Ibu Juansih mengidentifikasi berbagai bentuk tindak pidana ini, termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan pornografi anak. Pemahaman yang mendalam tentang bentuk-bentuk tindak pidana ini memungkinkan penegakan hukum yang lebih efektif dan akurat.
Jenis Pelaku
Selain memahami jenis kekerasan, penting juga untuk mengidentifikasi jenis pelaku kekerasan berbasis gender. Ibu Juansih menjelaskan bahwa pelaku kekerasan bisa berasal dari berbagai latar belakang dan status sosial. Mereka bisa menjadi anggota keluarga, teman, atau bahkan orang asing. Dalam beberapa kasus, pelaku adalah individu yang memiliki posisi atau kekuasaan yang tinggi, seperti pejabat pemerintah atau figur publik. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, tanpa memandang status sosial atau jabatan pelaku.
Macam Tempat Kejadian Perkara
Kasus kekerasan berbasis gender dapat terjadi di berbagai tempat, dan pemahaman tentang lokasi-lokasi ini penting dalam penegakan hukum. Ibu Juansih menjelaskan bahwa kekerasan dapat terjadi di rumah tangga, tempat kerja, lembaga pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat umum, dan bahkan di dunia maya. Tempat-tempat ini menjadi latar belakang bagi berbagai kasus kekerasan, dan penegakan hukum harus dapat menjangkau semua tempat ini untuk memberikan perlindungan yang efektif.
Peningkatan Kasus Kekerasan Seksual di Masa Pandemi
Salah satu perhatian khusus dalam kuliah tamu ini adalah peningkatan kasus kekerasan seksual selama masa pandemi COVID-19. Ibu Juansih membahas bagaimana situasi pandemi telah menciptakan tekanan tambahan pada perempuan dan anak-anak, dengan peningkatan isolasi sosial dan kesulitan dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan. Faktor-faktor ini telah menyebabkan peningkatan kasus kekerasan seksual di Indonesia dan negara lain. Dalam konteks ini, kepemimpinan transformatif dalam penegakan hukum menjadi semakin penting untuk mengatasi tantangan ini.
Inovasi dan Usaha dalam Merespon Fenomena Ini
Dalam kuliah tamu ini, Ibu Juansih juga membahas inovasi dan usaha yang telah dilakukan untuk merespon fenomena kekerasan berbasis gender. Inovasi ini mencakup penggunaan teknologi untuk melaporkan kasus kekerasan, program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran, dan pelatihan bagi petugas penegak hukum untuk menangani kasus dengan lebih sensitif dan efektif. Upaya ini merupakan langkah positif dalam penegakan hukum yang lebih baik.
Strategi Keberlanjutan dalam Proses Hukum
Terakhir, dalam artikel ini, kita mencermati strategi keberlanjutan dalam proses hukum terkait kekerasan berbasis gender. Ibu Juansih menekankan bahwa penegakan hukum bukan hanya tentang menangkap pelaku dan menghukum mereka, tetapi juga tentang mendukung korban, mencegah kekerasan, dan mengubah norma sosial yang mendukung kekerasan berbasis gender. Strategi keberlanjutan ini mencakup pembentukan jaringan kerja sama antara lembaga pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil, serta pendidikan masyarakat tentang pentingnya menghentikan kekerasan berbasis gender.
Kesimpulan
Kuliah tamu yang disampaikan oleh Ibu Irjen. Pol. (Purn.) Dr. Dra. Juansih, S.H., M.Hum., pada tanggal 9 September 2023, di Ruang Majapahit lantai 5 Gedung ASEEC Tower UNAIR, telah membawa pemahaman yang mendalam tentang kekerasan berbasis gender dan peran penting seorang pemimpin yang transformatif dalam penegakan hukum. Dalam artikel ini, kami telah menguraikan berbagai poin yang dibahas dalam kuliah tamu tersebut, mulai dari landasan teori hingga strategi keberlanjutan dalam proses hukum. Semua ini bertujuan untuk mempromosikan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan dan anak-anak dari kekerasan berbasis gender dan untuk mengubah norma sosial yang mendukung kekerasan tersebut.

