Riset Hilang dari Kabinet Merah Putih?

Dalam pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, langkah yang cukup mengejutkan adalah keputusan untuk memecah Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian terpisah; Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dipimpin oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, yang digawangi oleh Satryo Soemantri Brodjonegoro; dan terakhir Kementerian Kebudayaan yang akan dinahkodai oleh Fadli Zon. Selain itu, masih ada satu hal lain yang menarik untuk dibahas; absennya terminologi “riset” dalam ketiga kementerian tersebut, terutama pada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang dipimpin oleh Prof. Satryo. Padahal, kita semua ingat bahwa di era Presiden Joko Widodo, riset memainkan peran sentral melalui BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), setelah melalui integrasi besar-besaran lembaga-lembaga riset yang ada.
Arah Riset
Ke mana sebenarnya arah kebijakan riset bangsa kita sekarang? Pertanyaan ini menjadi kian relevan, terutama ketika kita berorientasi pada masa depan pendidikan tinggi dan inovasi teknologi di Indonesia. Riset, secara harfiah merujuk pada proses sistematis untuk menemukan pengetahuan baru, memahami fenomena, dan menghasilkan inovasi. Filsuf sains seperti Karl Popper menyatakan bahwa riset adalah upaya manusia untuk menguji hipotesis dan memperbaiki pengetahuan dengan metode falsifikasi. Dengan kata lain, riset adalah esensi dari kemajuan intelektual manusia yang tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menemukan kebenaran. Tetapi juga sebagai sarana untuk mempertanyakan keyakinan yang sudah ada. Dalam konteks filosofis, riset bisa dilihat sebagai “cahaya” yang memandu manusia untuk terus belajar, berinovasi, dan memperbaiki kualitas hidupnya. Seperti yang diungkapkan oleh Francis Bacon, pengetahuan adalah kekuatan. Dan bangsa yang kuat adalah bangsa yang mampu menguasai dan memanfaatkan risetnya secara optimal.
Jika melihat data terkini, riset di Indonesia mulai mengalami peningkatan, terutama dalam setahun terakhir, setelah pada medio 2019-2022 sempat mengalami instabilitas. Menurut laporan BRIN dalam buku Indikator Iptek, Riset, dan Inovasi Indonesia 2024; kontribusi Indonesia dalam publikasi ilmiah global meningkat cukup signifikan; dari 45.833 artikel pada tahun 2022 menjadi 59.808 artikel pada tahun 2023. Namun, yang masih patut jadi perhatian adalah terkait SDM Iptek kita, karena bagaimana pun, kekuatan riset suatu negara sangat bergantung pada jumlah dan kualitas SDM Ipteknya. Korea Selatan, misalnya, berhasil memajukan ekonominya melalui iptek sejak 1960-an, dengan dukungan kebijakan yang mendorong peningkatan SDM. Saat ini, Korea Selatan memiliki sekitar 8 ribu peneliti per sejuta penduduk; Singapura lebih dari 7 ribu, Malaysia 2.590, sementara Indonesia hanya 1.071. Jumlah peneliti Indonesia yang masih jauh tertinggal menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas SDM Iptek harus menjadi prioritas dalam memajukan ekonomi melalui riset (Rencana Induk Riset Nasional 2017 -2045).
Riset & Indonesia Emas 2045
Urgensi ini menjadi semakin jelas ketika kita mengaitkannya dengan visi besar Indonesia Emas 2045; di mana Indonesia bercita-cita menjadi salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia. Tanpa riset yang kuat dan terfokus, harapan ini akan sulit tercapai. Dalam era globalisasi dan persaingan teknologi, negara-negara maju tidak hanya bergantung pada sumber daya alam; melainkan pada inovasi dan riset sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi mereka. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan dengan kekayaan sumber daya yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi global, tetapi itu semua membutuhkan fondasi riset yang kokoh.
Dalam hal ini, peran para pemangku kepentingan, khususnya BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), dalam era transisi pemerintahan baru dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto menjadi topik yang sangat penting untuk diperhatikan. BRIN, yang awalnya dibentuk melalui penggabungan beberapa lembaga riset nasional di era Jokowi, memegang kendali penuh dalam mengoordinasikan riset di berbagai bidang. Namun, pertanyaan besar muncul di tengah kebijakan pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian terpisah; apakah BRIN akan tetap dipertahankan dan diperkuat, atau justru kembali dipecah menjadi beberapa lembaga riset yang lebih spesifik seperti sebelum integrasi?
Skenario
Apapun keputusan yang diambil, masa depan riset di Indonesia akan ditentukan oleh strategi pemerintah dalam mengelola BRIN atau lembaga riset lainnya. Jika BRIN tetap dipertahankan dan diperkuat, skenario yang mungkin terjadi adalah peningkatan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri, yang menghasilkan riset berbasis kebutuhan masyarakat dan inovasi yang berkelanjutan. Di sisi lain, jika terjadi pemecahan lembaga riset seperti sedia kala, pemerintah harus memastikan bahwa setiap lembaga memiliki dukungan anggaran, sumber daya manusia, dan fasilitas yang memadai untuk menghasilkan riset yang berkualitas. Pemerintah juga perlu mengatasi tantangan birokrasi yang sering kali memperlambat proses inovasi di lembaga-lembaga tersebut. Secara umum, riset yang kuat akan memungkinkan Indonesia untuk lebih kompetitif dalam peta global, terutama dalam teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan dan bioteknologi. Serta membantu ketercapaian swasembada pangan dan energi seperti yang disinggung oleh Presiden Prabowo dalam pidato perdananya di Senayan.
Tantangan Riset
Tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia dalam konteks riset; baik dari segi koordinasi lintas kementerian dan lembaga, pendanaan yang stabil, maupun dari segi hilirisasi. Tidak pula dapat dinafikan bahwa riset memerlukan investasi jangka panjang, baik dari pemerintah maupun sektor swasta. Namun, terlepas dari kompleksitas tantangan tersebut, senantiasa ada optimisme bahwa dengan visi Indonesia Emas 2045, komitmen pada penguatan riset nasional akan terus tumbuh. Pemerintahan baru memiliki kesempatan emas untuk melakukan improvisasi strategi riset dan inovasi, serta menjadikannya motor penggerak pembangunan ekonomi dan sosial di masa depan. Jika dikelola dengan baik, riset tak hanya dapat menjadi fondasi yang profit secara finansial; namun lebih dari itu, juga dapat memiliki nilai benefit yang jauh melampaui aspek ekonomi; pengembangan sumber daya manusia, perkuatan pendidikan, kesehatan, inovasi sosial, dan bahkan modernitas teknologi. Yang pada akhirnya akan mendukung kemajuan berkelanjutan di semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Semoga!

